Rabu, 26 Juni 2013

PENGARUH KALIMAT ”GITU SAJA KOK REPOT” ABDURRAHMAN WAHID Oleh: Erfanda Hadi Prasetyo




I.  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
              Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur mempunyai kenangan tersendiri pada masyarakat Indonesia. Kenangan tersebut tidak akan hilang karena beliau pernah menjadi presiden republik Indonesia. Sebagai presiden setiap tindakan ataupun tuturan pasti selalu diamati dan didengar oleh semua lapisan masyarakat. Khususnya saat Gus Dur berbicara atau pidato yang unik dan terkadang menimbulkan banyak pertanyaan tentang sebuah kalimat yang telah disampaikan dari berbagai kalangan.
              Sebagai pemimpin, Gus Dur mempunyai selera humor yang tinggi dibandingkan dengan pemimpin sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dari gaya beliau berbicara yang apa adanya dan sering menimbulkan gelak tawa. Bahkan dalam suatu pidato, beliau tidak pernah kendur dalam melontarkan humor yang jauh sekali dari kesan serius dan kaku. Dengan cara seperti itu Gus Dur sebenarnya tidak ingin mengurangi apa yang disampaikan kepada rakyatnya. Ada juga sebuah kalimat yang sering beliau ucapkan dalam menanggapi suatu permasalahan yaitu kalimat ”Gitu saja kok repot!”. Kalimat yang sangat fenomenal namun selalu diingat oleh semua masyarakat saat dipimpin beliau. 
              Banyak sekali reaksi setiap apa yang dikatakan Gus Dur. Mulai dari yang membencinya karena kalimat ”Gitu saja kok repot” tersebut selalu menganggap mudah sebuah persoalan yang ada di masyarakat. Namun di sisi lain, banyak masyarakat menganggap bahwa setiap apa yang diucapkan Gus Dur adalah sebuah perintah yang harus dipatuhi. Hal tersebut karena Gus Dur selain menjabat sebagai presiden, beliau juga menjadi ketua tanfidziyah pengurus besar Nahdlatul Ulama[1] yang selalu dihormati dan dipatuhi semua perkataan beliau.
              Dalam setiap Gus Dur berbicara apa adanya yang tidak pernah lepas dari kesan humoris. Membuat kondisi politik di Indonesia menarik untuk dicermati. Salah satunya seperti saat Gus Dur menyatakan tidak ada bedanya antara DPR  dan taman kanak-kanak. Pernyataan tersebut menjadi sebuah sindiran terhadap DPR yang sifatnya disamakan dengan anak TK. Tidak berhenti pada pernyataan tersebut, Gus Dur sering menanggapi sebuah permasalahan yang ada di negeri ini dengan kalimat terakhir”Gitu saja kok repot!”. Sebuah hal yang sangat sederhana, namun membuat banyak sekali pengaruhnya terhadap kondisi politik setelah beliau mengucapkannya.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang diatas, masalah yang akan dalam makalah ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.   Bagaimana dengan reaksi masyarakat terhadap gaya berbicara Gus Dur?
2.   Bagaimana pengaruh kalimat “Gitu saja kok repot” terhadap kondisi politik saat Gus Dur menjadi presiden?
3.   Apakah kalimat tersebut juga mempengaruhi karir politik Gus Dur?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuannya adalah sebagai berikut:
1.   Apa saja reaksi masyarakat terhadap gaya berbicara Gus Dur.
2.   Mengetahui apa pengaruh kalimat ‘Gitu saja kok repot!” terhadap kondisi politik saat itu.
3.   Mengetahui apakah kalimat tersebut mempengaruhi karir politik Gus Dur.









II.  PEMBAHASAN
2.1 Reaksi Masyarakat Terhadap Gaya Berbicara Gus Dur
Gus Dur merupakan orang yang sama sekali tidak mau memberi kesan positif di depan orang untuk mencari pendapat yang baik, sikapnya cuek saja terhadap pendapat orang lain. Gus Dur sering dianggap kurang serius dan tidak disiplin. Kalau ada orang menganggap beliau tidak sholat, beliau tidak peduli dengan hal itu.
Salah satu kemampuan luar biasa yang dimiliki Gus Dur adalah intelektualitasnya dan memiliki daya ingatan yang sangat tajam. Greg Barton[2] tidak berani berkomentar terkait dengan kemampuan spiritual Gus Dur. Tentang sikapnya yang tidak mau dianggap sok alim ini, Gus Dur selalu menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukannya.
“Beliau sangat rendah hati dan tidak mau kelihatan orang suci dan orang luar biasa. Beliau ingin dianggap seperti orang biasa saja,” katanya.
Ada banyak anggapan dalam diri Gus Dur. beliau merupakan orang yang rajin berdakwah dan berziarah, tetapi disisi lain terlihat kurang serius dan kurang berdisiplin, padahal orang suci seharusnya berdisiplin. Ini merupakan bagian dari ketidakpedulian dirinya terhadap pendapat orang lain.
Tentang kharisma yang dimiliki, beliau menilai ada faktor keturunan, tetapi hal ini bukan penjelasan yang lengkap karena adik-adiknya tidak memiliki hal yang sama.“Gus Dur memiliki bakat untuk memberi inspirasi kepada orang lain dan sepanjang hidupnya menggunakan kemampuan itu untuk tujuan yang lebih besar. Gus Dur sangat rendah hati sekaligus percaya diri, yang bakatnya dipergunakan sejauh mungkin untuk tujuan yang lebih tinggi dan lebih serius,” tandasnya.
Selain sisi intelektual tinggi dalam agama, perjuangan keadilan dan kebenaran, penegakan demokrasi dalam bingkai NKRI dan memelihara pluralisme nusantara, Gus Dur dikenal sebagai sosok humoris. Dapat dikatakan banyak sekali kalimat-kalimat humor yang dilontarkan Gus Dur disela bicara ataupun saat beliau berpidato. Mungkin semua rakyat indonesia sudah rindu kata-kata sederhana mendiang Gus Dur. Ya, Selain guyonan yang khas, Gus Dur juga dikenal dengan jawabannya yang menyederhanakan pemikiran masyarakat yang terkadang berbelit-belit. Salah satu diantaranya adalah “Gitu Saja Kok Repot” yang sangat fenomenal dan penuh kontroversi di masyarakat. Dengan kalimat tersebut beliau seakan-akan menganggap semua permasalahan itu mudah sekali untuk diselesaikan.
              Gus Dur memang begitu menyatu dengan rakyat jelata. Terutama banyak dari warga Nahdlatul Ulama yang selalu patuh terhadap semua perkataan beliau. Hal ini sangat jelas sekali karena Gus Dur memang cucu dari pendiri ormas islam NU yaitu KH. Hasyim Asy’ari. Apa yang dikatakan Gus Dur selalu mereka patuhi sehingga lahirlah istilah yang sangat populer di kalangan masyarakat, khususnya Jawa Timur yaitu opo jare[3] (apa kata) Gus Dur. Menurut Thoha (2003:20), Gus Dur tidak hanya pandai melontarkan humor-humor berkenaan dalam dunia politik. Tetapi juga humor-humor yang berhubungan dengan dunia metafisik, budaya, hukum, pendidikan, agama maupun ekonomi. Bahkan lebih dari itu, beliau juga pandai menghumori (baca: melecehkan) diri sendiri.

2.2 Pengaruh Kalimat “Gitu Saja Kok Repot” Terhadap Kondisi Politik Pada Saat Gus Dur Menjadi Presiden
     Perkataan Gus Dur yang lucu, suka menyindir, bahkan kontroversial terkadang sulit dimengerti oleh rakyat jelata dengan pemikiran sederhananya. Namun anehnya mereka lebih patuh daripada melawan perkataan Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa ini.
     Almarhum Gus Dur sangat identik dengan kalimat “Gitu saja kok repot” yang sering dilontarkan saat beliau masih hidup. Namun tidak banyak yang tahu bagaimana asal muasal kalimat tersebut. Banyak orang-orang yang menganggap”Gitu saja kok repot”ini hanya sekedar bercanda milik Gus Dur. Namun bagi Zanuba Arifah Chafsoh atau yang biasa dipanggil Yenny Wahid, kalimat tersebut sangat sederhana itu penuh dengan makna. Karena kalimat tersebut juga berasal dari ilmu fiqih yang berasal dari kosakata arab Yasir Wa la Tu’asir yang artinya permudah jangan dipersulit. Oleh karena itu, Gus Dur tidak pernah mempersulit segala urusan. Semua orang mengalami kesulitan dan datang ke Gus Dur akan dibantu. Gus Dur juga tidak pernah memandang suku, ras, agama, dan golongan tertentu.
     Kalimat “Gitu saja kok repot” membuat pengaruh besar terhadap kondisi politik di negeri ini  yang semakin menyita perhatian. Dengan kalimat tersebut Gus Dur ingin merubah keadaan yang selama ini sangat berbelit-belit dalam menanggapi sebuah permasalahan yang ada di Indonesia. Selain itu para Politikus dibuat gerah dengan pernyataan-pernyataan lucu yang sekaligus menyindir bahkan melecehkan. Tidak dapat dipungkiri hal tersebut selain Gus Dur banyak dicintai, beliau juga banyak yang membenci. Selanjutnya, seperti itulah Gus Dur yang sudah menjadi presiden di negeri yang besar ini, beliau tetap memiliki sikap dan pernyataan kontroversial[4] di mata rakyat.

2.3 Pengaruh Kalimat”Gitu Saja Kok Repot”Terhadap Karir Politik Gus Dur
            Bagi elit politik, Gus Dur dinilai gagal menjadi presiden. Pada masa pemerintahannya, gerakan separatisme menggelombang di Aceh, Maluku dan Papua. Kasus pemeriksaan dugaan korupsi mantan presiden Soeharto tidak menghasilkan apa-apa, kerusuhan SARA di Poso, dan bentrok etnis Dayak dan Madura di Kalimantan menambah runyam suasana.
Terorisme menggila. Ledakan bom di Kedubes Philipina, Kedubes Malaysia, Gedung BEJ, dan serangkaian bom di malam Natal dalam rentang 4 bulan antara Agustus hingga akhir Desember 2000. Terutama tuduhan skandal korupsi Buloggate dan Bruneigate, serta dihentikannya bantuan moneter dari IMF.
   Hal tersebut dapat dikatakan karena kalimat-kalimat yang dilontarkan beliau sering membuat panas para elit politik yang mulai terganggu dengan setiap perkataan beliau. Sehingga para elit politik mulai mencari cara untuk menjatuhkan jabatan beliau sebagai presiden Republik Indonesia. Selanjutnya kisah menegangkan menjelang kejatuhan Gus Dur dari kursi Presiden RI pada 23 Juli 2001 memang kerap dibahas sebagai bagian dari sejarah penting perpolitikan Indonesia. Kekuasaan Gus Dur dihentikan oleh MPR melalui Sidang Istimewa dalam situasi gejolak politik yang cukup panas dan genting. Para pendukung Gus Dur melakukan unjuk rasa besar-besaran di depan Istana. Polisi dan tentara juga berjaga-jaga.
Bahkan, rumah Wakil Presiden Megawati yang dipastikan bakal menggantikan Gus Dur sebagai orang nomor satu RI juga dijaga ketat tentara. Di sana, dua panser juga siap siaga. Suasana di kediaman Mega benar-benar siaga 1. Dari berbagai sumber, termasuk dari buku Gus Dur, Politik dan Militer, terungkap bagaimana panasnya suhu politik saat itu. Singkat cerita, Presiden RI ke 4 Almarhum Abdurrahman Wahid: ”Digulingkan dengan paksa” dari jabatannya oleh keputusan Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, yang membuatnya terdepak dari Istana sebelum akhir masa jabatannya. Presiden Abdurrahan Wahid (Gus Dur) menduduki kursi kepresidenan hanya 2 tahun 9 bulan.
Dapat dikatakan seringnya Gus Dur menganggap mudah semua permasalahan yang ada dengan kalimat “Gitu Saja Kok Repot” membuat beliau banyak dimusuhi dari berbagai pihak. Selain itu beliau juga sering dianggap tidak serius dalam memimpin negeri ini. Secara Perkataan dan perbuatan beliau secara langsung atau tidak, sangat jelas mempengaruhi karir politik Gus Dur yang juga harus digulingkan secara paksa dari jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia.















III. PENUTUP
3.1 Simpulan
Banyak sekali kelebihan dan kekurangan Gus Dur ketika memimpin negeri ini. Sejak dilantik pada tanggal 20 Oktober 1999 sampai dengan  23 Juli 2001, masa pemerintahan presiden ke-4 Indonesia ini tergolong singkat. Akan tetapi, banyak hal yang ditorehkan beliau dalam sejarah negeri ini. Mulai dari yang mendapat sambutan meriah sampai banyaknya menuai kecaman dan komentar sinis.
Seringnya lawatan Gus Dur keluar negeri, oleh sebagian golongan menganggap sebagai pemborosan uang negara. Namun, jika ditinjau lebih dalam lagi, hal yang diupayakan Gus Dur adalah untuk mengangkat citra bangsa Indonesia. Selanjutnya, seringnya Gus Dur berkunjung keluar negeri ini ternyata mendapat respon positif dari negara lain dan kunjungannya juga membuka peluang kerjasama.
Gus Dur memang tokoh yang sangat kontroversial. Dengan kalimat “Gitu Saja Kok Repot” yang menjadi ciri khasnya. Beliau tetap menjadi pribadi yang apa adanya meskipun saat beliau menjabat sebagai presiden Republik Indonesia. Pada saat memimpin negeri ini beliau menjadi orang yang dikagumi dan ditakuti berbagai pihak yang tidak suka dengan gaya beliau ketika memimpin negeri ini.
Perkataan yang  sering diucapkan seperti “Gitu Saja Kok Repot” juga berpengaruh terhadap karir politik beliau. Banyak sekali dari berbagai pihak yang tidak suka, selalu mencari cara bagaimana agar Gus Dur tidak banyak lagi berbicara apa adanya dan seenaknya lagi.







DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Toha. 2010. ”Kontroversi Gus Dur, Bencana atau Berkah?”dalam Perjalanan Politik Gus Dur. Jakarta: Kompas Gramedia.
Astuti, Runi Sri. 2010. “Rakyat Jelata Kehilangan”Opo Jare”dalam Gus Dur Santri Par Excellence Teladan Sang Guru Bangsa. Jakarta: Kompas Gramedia.
   Muladi, W. 2010. Komunikasi Politik Ala Gus Dur. (http:///joglosemar/komunikasi-politik-ala-gusdur.html//), (Online). Diakses pada tanggal 10 Mei 2013.
Thoha, Zainal Arifin. 2003. Jagadnya Gus Dur. Yogyakarta: KUTUB.

.
    





[1] Nahdlatul Ulama adalah organisasi masyarakat islam terbesar di Indonesia yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari.
[2] Greg Barton adalah seorang professor dari Monash University Australia yang juga sebagai penulis biografi Gus Dur yang berjudul “Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman  Wahid.
[3] Runi Sri Astuti, “Rakyat Jelata Kehilangan”Opo Jare”dalam Gus Dur Santri Par Excellence Teladan Sang Guru Bangsa  (Jakarta:Kompas Gramedia, 2010), hlm. 13.
[4] Toha Anwar,”Kontroversi Gus Dur, Bencana atau Berkah?”dalam Perjalanan Politik Gus Dur (Jakarta:Kompas Gramedia, 2010), hlm. 40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar