I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Abdurrahman
Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur mempunyai kenangan tersendiri pada
masyarakat Indonesia. Kenangan tersebut tidak akan hilang karena beliau pernah
menjadi presiden republik Indonesia.
Sebagai presiden setiap tindakan ataupun tuturan pasti selalu diamati dan
didengar oleh semua lapisan masyarakat. Khususnya saat Gus Dur berbicara atau
pidato yang unik dan terkadang menimbulkan banyak pertanyaan tentang sebuah
kalimat yang telah disampaikan dari berbagai kalangan.
Sebagai
pemimpin, Gus Dur mempunyai selera humor yang tinggi dibandingkan dengan
pemimpin sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat dari gaya beliau berbicara yang
apa adanya dan sering menimbulkan gelak tawa. Bahkan dalam suatu pidato, beliau
tidak pernah kendur dalam melontarkan humor yang jauh sekali dari kesan serius
dan kaku. Dengan cara seperti itu Gus Dur sebenarnya tidak ingin mengurangi apa
yang disampaikan kepada rakyatnya. Ada juga sebuah kalimat yang sering beliau
ucapkan dalam menanggapi suatu permasalahan yaitu kalimat ”Gitu saja kok repot!”.
Kalimat yang sangat fenomenal namun selalu diingat oleh semua masyarakat saat dipimpin
beliau.
Banyak
sekali reaksi setiap apa yang dikatakan Gus Dur. Mulai dari yang membencinya
karena kalimat ”Gitu
saja kok repot” tersebut
selalu menganggap mudah sebuah persoalan yang ada di masyarakat. Namun di sisi
lain, banyak masyarakat menganggap bahwa setiap apa yang diucapkan Gus Dur
adalah sebuah perintah yang harus dipatuhi. Hal tersebut karena Gus Dur selain
menjabat sebagai presiden, beliau juga menjadi ketua tanfidziyah pengurus besar
Nahdlatul Ulama[1]
yang selalu dihormati dan dipatuhi semua perkataan beliau.
Dalam
setiap Gus Dur berbicara apa adanya yang tidak pernah lepas dari kesan humoris.
Membuat kondisi politik di Indonesia menarik untuk dicermati. Salah satunya
seperti saat Gus Dur menyatakan tidak ada bedanya antara DPR dan taman kanak-kanak. Pernyataan tersebut
menjadi sebuah sindiran terhadap DPR yang sifatnya disamakan dengan anak TK.
Tidak berhenti pada pernyataan tersebut, Gus Dur sering menanggapi sebuah
permasalahan yang ada di negeri ini dengan kalimat terakhir”Gitu saja kok
repot!”. Sebuah hal yang sangat sederhana, namun membuat banyak sekali
pengaruhnya terhadap kondisi politik setelah beliau mengucapkannya.
1.2 Rumusan
Masalah
Sesuai latar belakang diatas, masalah yang akan
dalam makalah ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana
dengan reaksi masyarakat terhadap gaya berbicara Gus Dur?
2. Bagaimana
pengaruh kalimat “Gitu saja kok repot” terhadap kondisi politik saat Gus Dur
menjadi presiden?
3. Apakah
kalimat tersebut juga mempengaruhi karir politik Gus Dur?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas,
tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Apa
saja reaksi masyarakat terhadap gaya berbicara Gus Dur.
2. Mengetahui
apa pengaruh kalimat ‘Gitu saja kok repot!” terhadap kondisi politik saat itu.
3. Mengetahui
apakah kalimat tersebut mempengaruhi karir politik Gus Dur.
II.
PEMBAHASAN
2.1 Reaksi Masyarakat Terhadap Gaya Berbicara Gus Dur
Gus Dur merupakan
orang yang sama sekali tidak mau memberi kesan positif di depan orang untuk
mencari pendapat yang baik, sikapnya cuek saja terhadap pendapat orang lain.
Gus Dur sering dianggap kurang serius dan tidak disiplin. Kalau ada orang
menganggap beliau tidak sholat, beliau tidak peduli dengan hal itu.
Salah satu
kemampuan luar biasa yang dimiliki Gus Dur adalah intelektualitasnya dan
memiliki daya ingatan yang sangat tajam. Greg
Barton[2]
tidak berani berkomentar terkait dengan kemampuan spiritual Gus Dur. Tentang
sikapnya yang tidak mau dianggap sok alim ini, Gus Dur selalu menolak untuk
menjawab pertanyaan yang diajukannya.
“Beliau sangat rendah hati dan tidak mau kelihatan orang
suci dan orang luar biasa. Beliau ingin dianggap seperti orang biasa saja,”
katanya.
Ada banyak anggapan
dalam diri Gus Dur. beliau merupakan orang yang rajin berdakwah dan berziarah,
tetapi disisi lain terlihat kurang serius dan kurang berdisiplin, padahal orang
suci seharusnya berdisiplin. Ini merupakan bagian dari ketidakpedulian dirinya
terhadap pendapat orang lain.
Tentang kharisma
yang dimiliki, beliau menilai ada faktor keturunan, tetapi hal ini bukan
penjelasan yang lengkap karena adik-adiknya tidak memiliki hal yang sama.“Gus
Dur memiliki bakat untuk memberi inspirasi kepada orang lain dan sepanjang
hidupnya menggunakan kemampuan itu untuk tujuan yang lebih besar. Gus Dur
sangat rendah hati sekaligus percaya diri, yang bakatnya dipergunakan sejauh
mungkin untuk tujuan yang lebih tinggi dan lebih serius,” tandasnya.
Selain sisi intelektual tinggi dalam agama,
perjuangan keadilan dan kebenaran, penegakan demokrasi dalam bingkai NKRI dan
memelihara pluralisme nusantara, Gus Dur dikenal sebagai sosok humoris. Dapat
dikatakan banyak sekali kalimat-kalimat humor yang dilontarkan Gus Dur disela
bicara ataupun saat beliau berpidato. Mungkin semua rakyat indonesia sudah
rindu kata-kata sederhana mendiang Gus Dur. Ya, Selain guyonan yang khas, Gus
Dur juga dikenal dengan jawabannya yang menyederhanakan pemikiran masyarakat
yang terkadang berbelit-belit. Salah satu diantaranya adalah “Gitu Saja Kok
Repot” yang sangat fenomenal dan penuh kontroversi di masyarakat. Dengan
kalimat tersebut beliau seakan-akan menganggap semua permasalahan itu mudah
sekali untuk diselesaikan.
Gus Dur memang begitu menyatu dengan
rakyat jelata. Terutama banyak dari warga Nahdlatul Ulama yang selalu patuh
terhadap semua perkataan beliau. Hal ini sangat jelas sekali karena Gus Dur
memang cucu dari pendiri ormas islam NU yaitu KH. Hasyim Asy’ari. Apa yang
dikatakan Gus Dur selalu mereka patuhi sehingga lahirlah istilah yang sangat
populer di kalangan masyarakat, khususnya Jawa Timur yaitu opo jare[3]
(apa kata) Gus Dur. Menurut Thoha (2003:20), Gus Dur tidak hanya pandai
melontarkan humor-humor berkenaan dalam dunia politik. Tetapi juga humor-humor
yang berhubungan dengan dunia metafisik, budaya, hukum, pendidikan, agama
maupun ekonomi. Bahkan lebih dari itu, beliau juga pandai menghumori (baca:
melecehkan) diri sendiri.
2.2 Pengaruh Kalimat “Gitu Saja Kok Repot” Terhadap
Kondisi Politik Pada Saat Gus Dur Menjadi Presiden
Perkataan Gus Dur yang lucu, suka
menyindir, bahkan kontroversial terkadang sulit dimengerti oleh rakyat jelata
dengan pemikiran sederhananya. Namun anehnya mereka lebih patuh daripada
melawan perkataan Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Almarhum Gus Dur sangat identik dengan
kalimat “Gitu saja kok repot” yang sering dilontarkan saat beliau masih hidup.
Namun tidak banyak yang tahu bagaimana asal muasal kalimat tersebut. Banyak
orang-orang yang menganggap”Gitu saja kok repot”ini hanya sekedar bercanda
milik Gus Dur. Namun bagi Zanuba Arifah Chafsoh atau yang biasa dipanggil Yenny
Wahid, kalimat tersebut sangat sederhana itu penuh dengan makna. Karena kalimat
tersebut juga berasal dari ilmu fiqih yang berasal dari kosakata arab Yasir Wa la Tu’asir yang artinya
permudah jangan dipersulit. Oleh karena itu, Gus Dur tidak pernah mempersulit
segala urusan. Semua orang mengalami kesulitan dan datang ke Gus Dur akan
dibantu. Gus Dur juga tidak pernah memandang suku, ras, agama, dan golongan
tertentu.
Kalimat “Gitu saja kok repot” membuat
pengaruh besar terhadap kondisi politik di negeri ini yang semakin menyita perhatian. Dengan kalimat
tersebut Gus Dur ingin merubah keadaan yang selama ini sangat berbelit-belit
dalam menanggapi sebuah permasalahan yang ada di Indonesia. Selain itu para
Politikus dibuat gerah dengan pernyataan-pernyataan lucu yang sekaligus
menyindir bahkan melecehkan. Tidak dapat dipungkiri hal tersebut selain Gus Dur
banyak dicintai, beliau juga banyak yang membenci. Selanjutnya, seperti itulah
Gus Dur yang sudah menjadi presiden di negeri yang besar ini, beliau tetap
memiliki sikap dan pernyataan kontroversial[4]
di mata rakyat.
2.3
Pengaruh Kalimat”Gitu Saja Kok Repot”Terhadap Karir Politik Gus Dur
Bagi elit politik, Gus Dur dinilai gagal menjadi
presiden. Pada masa pemerintahannya, gerakan separatisme menggelombang di Aceh,
Maluku dan Papua. Kasus pemeriksaan dugaan korupsi mantan presiden Soeharto tidak
menghasilkan apa-apa, kerusuhan SARA di Poso, dan bentrok etnis Dayak dan
Madura di Kalimantan menambah runyam suasana.
Terorisme
menggila. Ledakan bom di Kedubes Philipina, Kedubes Malaysia, Gedung BEJ, dan
serangkaian bom di malam Natal dalam rentang 4 bulan antara Agustus hingga
akhir Desember 2000. Terutama tuduhan skandal korupsi Buloggate dan Bruneigate,
serta dihentikannya bantuan moneter dari IMF.
Hal tersebut dapat dikatakan karena
kalimat-kalimat yang dilontarkan beliau sering membuat panas para elit politik
yang mulai terganggu dengan setiap perkataan beliau. Sehingga para elit politik
mulai mencari cara untuk menjatuhkan jabatan beliau sebagai presiden Republik
Indonesia. Selanjutnya kisah menegangkan menjelang kejatuhan Gus Dur dari kursi
Presiden RI pada 23 Juli 2001 memang kerap dibahas sebagai bagian dari sejarah
penting perpolitikan Indonesia. Kekuasaan Gus Dur dihentikan oleh MPR melalui
Sidang Istimewa dalam situasi gejolak politik yang cukup panas dan genting.
Para pendukung Gus Dur melakukan unjuk rasa besar-besaran di depan Istana.
Polisi dan tentara juga berjaga-jaga.
Bahkan, rumah Wakil
Presiden Megawati yang dipastikan bakal menggantikan Gus Dur sebagai orang
nomor satu RI juga dijaga ketat tentara. Di sana, dua panser juga siap siaga.
Suasana di kediaman Mega benar-benar siaga 1. Dari berbagai sumber, termasuk
dari buku Gus Dur, Politik dan Militer, terungkap bagaimana panasnya suhu
politik saat itu. Singkat cerita, Presiden RI ke 4 Almarhum Abdurrahman
Wahid: ”Digulingkan dengan paksa” dari jabatannya oleh keputusan Sidang
Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, yang membuatnya terdepak dari Istana sebelum
akhir masa jabatannya. Presiden Abdurrahan Wahid (Gus Dur) menduduki kursi
kepresidenan hanya 2 tahun 9 bulan.
Dapat dikatakan
seringnya Gus Dur menganggap mudah semua permasalahan yang ada dengan kalimat
“Gitu Saja Kok Repot” membuat beliau banyak dimusuhi dari berbagai pihak.
Selain itu beliau juga sering dianggap tidak serius dalam memimpin negeri ini. Secara
Perkataan dan perbuatan beliau secara langsung atau tidak, sangat jelas
mempengaruhi karir politik Gus Dur yang juga harus digulingkan secara paksa
dari jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia.
III.
PENUTUP
3.1
Simpulan
Banyak sekali
kelebihan dan kekurangan Gus Dur ketika memimpin negeri ini. Sejak dilantik
pada tanggal 20 Oktober 1999 sampai dengan
23 Juli 2001, masa pemerintahan presiden ke-4 Indonesia ini tergolong
singkat. Akan tetapi, banyak hal yang ditorehkan beliau dalam sejarah negeri
ini. Mulai dari yang mendapat sambutan meriah sampai banyaknya menuai kecaman
dan komentar sinis.
Seringnya lawatan
Gus Dur keluar negeri, oleh sebagian golongan menganggap sebagai pemborosan
uang negara. Namun, jika ditinjau lebih dalam lagi, hal yang diupayakan Gus Dur
adalah untuk mengangkat citra bangsa Indonesia. Selanjutnya, seringnya Gus Dur
berkunjung keluar negeri ini ternyata mendapat respon positif dari negara lain
dan kunjungannya juga membuka peluang kerjasama.
Gus Dur memang
tokoh yang sangat kontroversial. Dengan kalimat “Gitu Saja Kok Repot” yang
menjadi ciri khasnya. Beliau tetap menjadi pribadi yang apa adanya meskipun
saat beliau menjabat sebagai presiden Republik Indonesia. Pada saat memimpin
negeri ini beliau menjadi orang yang dikagumi dan ditakuti berbagai pihak yang
tidak suka dengan gaya beliau ketika memimpin negeri ini.
Perkataan yang sering diucapkan seperti “Gitu Saja Kok
Repot” juga berpengaruh terhadap karir politik beliau. Banyak sekali dari
berbagai pihak yang tidak suka, selalu mencari cara bagaimana agar Gus Dur
tidak banyak lagi berbicara apa adanya dan seenaknya lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar,
Toha. 2010. ”Kontroversi Gus Dur, Bencana atau Berkah?”dalam Perjalanan Politik Gus Dur. Jakarta:
Kompas Gramedia.
Astuti, Runi Sri. 2010. “Rakyat Jelata Kehilangan”Opo
Jare”dalam Gus Dur Santri Par Excellence
Teladan Sang Guru Bangsa. Jakarta: Kompas Gramedia.
Muladi, W. 2010. Komunikasi Politik
Ala Gus Dur. (http:///joglosemar/komunikasi-politik-ala-gusdur.html//), (Online). Diakses
pada tanggal 10 Mei 2013.
Thoha,
Zainal Arifin. 2003. Jagadnya Gus Dur.
Yogyakarta: KUTUB.
.
[1] Nahdlatul Ulama adalah
organisasi masyarakat islam terbesar di Indonesia yang didirikan oleh KH.
Hasyim Asy’ari.
[2] Greg Barton adalah
seorang professor dari Monash University Australia yang juga sebagai penulis
biografi Gus Dur yang berjudul “Gus Dur: The
Authorized Biography of Abdurrahman Wahid”.
[3] Runi Sri Astuti, “Rakyat
Jelata Kehilangan”Opo Jare”dalam Gus Dur
Santri Par Excellence Teladan Sang Guru Bangsa (Jakarta:Kompas Gramedia, 2010), hlm. 13.
[4] Toha Anwar,”Kontroversi
Gus Dur, Bencana atau Berkah?”dalam Perjalanan
Politik Gus Dur (Jakarta:Kompas Gramedia, 2010), hlm. 40.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar