TAKUT 66, TAKUT 98 (1998)
Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa
takut '66, takut '98 - 1998
Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa
takut '66, takut '98 - 1998
Biografi Tokoh Sastra Indonesia
TAUFIQ ISMAIL
Taufiq Ismail, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni
1935 umur 76 tahun, ialah seorang sastrawan Indonesia. Dilahirkan di
Bukittinggi, menghabiskan masa SD dan SMP di Bukittinggi dan SMA di Pekalongan,
ia tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah
bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia
menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis
peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor
pada 1963 tapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah
pulau di Selat Malaka.
Penyair
penerima Anugerah Seni Pemerintah RI (1970) yang menulis Malu (Aku) Jadi Orang
Indonesia (1999). Ia adalah Pendiri majalah sastra Horison (1966) dan Dewan
Kesenian Jakarta (1968) ini berobsesi mengantarkan sastra ke sekolah-sekolah
menengah dan perguruan tinggi. Taufiq Ismail, lulusan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Indonesia, Bogor (1963, sekarang Institut Pertanian Bogor. Selain
telah menerima Anugerah Seni Pemerintah RI juga menerima American Field Service
International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di
Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57).
Karya-karyanya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Inggris, Jepang, Jerman, dan Perancis. Buku
kumpulan puisinya yang telah diterbitkan, antara lain: Manifestasi (1963;
bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al.), Benteng (1966;
mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970), Tirani (1966), Puisi-puisi Sepi
(1971), Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), Buku Tamu Museum
Perjuangan (1972), Sajak Ladang Jagung (1973), Puisi-puisi Langit (1990),
Tirani dan Benteng (1993), dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999).
Taufiq sudah bercita-cita jadi sastrawan sejak
masih SMA di Pekalongan, Jawa Tengah. Kala itu, dia sudah mulai menulis sajak
yang dimuat di majalah Mimbar Indonesia dan Kisah. Dia memang dibesarkan di lingkungan
keluarga yang suka membaca, sehingga dia sejak kecil sudah suka membaca.
Kegemaran membacanya makin
terpuaskan, ketika Taufiq menjadi penjaga perpustakaan Pelajar Islam Indonesia
Pekalongan. Sambil menjaga perpustakaan, dia pun leluasa melahap karya Chairil
Anwar, Pramoedya Ananta Toer, sampai William Saroyan dan Karl May. Dia tidak
hanya membaca buku sastra tetapi juga sejarah, politik, dan agama.
Kesukaan membacanya, tanpa
disadari membuatnya menjadi mudah dan suka menulis. Ketertarikannya pada sastra
semakin tumbuh tatkala dia sekolah di SMA Whitefish Bay di Milwaukee,
Wisconsin, AS. Dia mendapat kesempatan sekolah di situ, berkat beasiswa program
pertukaran pelajar American Field Service International Scholarship. Di sana
dia mengenal karya Robert Frost, Edgar Allan Poe, Walt Whitman. Dia sanga
menyukai novel Hemingway The Old Man and The Sea.
Namun
setelah lulus SMA, Taufiq menggumuli profesi lain untuk mengamankan urusan
dapur, seraya dia terus mengasah kemampuannya di bidang sastra. Dia juga kuliah
di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Indonesia di Bogor,
lulus 1963. Semula dia berobsesi menjadi pengusaha peternakan untuk menafkahi
karir kepenyairannya, namun dengan bekerja di PT Unilever Indonesia, dia bisa
memenuhi kebutuhan itu.
Taufiq menikah dengan Esiyati tahun 1971. Mereka dikaruniai satu anak, yang
diberinya nama: Abraham Ismail. Dia sangat bangga dengan dukungan isterinya
dalam perjalanan karir. Esiyati sangat memahami profesi, cita-cita seorang
sastrawan, emosi sastrawan, bagaimana impuls-impuls seorang sastrawan. Taufiq
bersama sejumlah sastrawan lain, berobsesi memasyarakatkan sastra ke
sekolah-sekolah melalui program “Siswa Bertanya, Sastrawan Menjawab”. Kegiatan
ini disponsori Yayasan Indonesia dan Ford Foundation.
Taufiq sudah menerbitkan sejumlah buku kumpulan puisi, di
antaranya: Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya,
et.al.); Benteng (1966; mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970); Tirani
(1966); Puisi-puisi Sepi (1971); Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit
(1971); Buku Tamu Museum Perjuangan (1972); Sajak Ladang Jagung (1973);
Puisi-puisi Langit (1990); Tirani dan Benteng (1993); dan Malu (Aku) Jadi Orang
Indonesia (1999).
Dia pun sudah menerima penghargaan: - American Field Service
International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di
Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57); - Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1970;
dan - SEA Write Award (1997). Beliau mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah
(1970), Cultural Visit Award Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write
Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa
(1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat
(1971-1972 dan 1991-1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka,
Kuala Lumpur (1993).
Keadaan Tahun 1998
Sejarah Reformasi 1998 - Banyak hal yang mendorong timbulnya
reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada
ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam
mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus
mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses
nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya
penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan
menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan
sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam
UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum)
kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,
tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan
direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan
kekeluargaan (nepotisme). Bermodalkan kesadaran kritis,
mahasiswa menyatakan keprihatinannya dan keberpihakan kepada penderitaan
rakyat. Mereka juga rela berkorban jiwa raga menumbangkan kediktatoran demi
Indonesia baru yang demokratis dan lebih baik. Begitu proses transisi selesai,
dengan tertib mahasiswa turun panggung. Pengemban sejati amanah rakyat. Pada
masa orde baru nasib mahasiswa ditekan oleh oknum-oknum kepercayaan Soeharto,
hingga terjadinya penculikan, pembungkaman suara mahasiswa oleh pemerintah.
Penerapan
Pendekatan Historis
Pendekatan historis menelusuri arti dan makna bahasa
sebagaimana yang ditulis penyair dalam puisinya, bagaimana hubungan puisi
tersebut dengan sejarah dan relevansinya sebagai dokumen sosial (Junus,1986).
Dengan demikian puisi dianggap mewakili zamannya. Dalam puisi di atas
pendekatan historis yang pertama kali dilakukan adalah mengidentifikasi tahun
penciptaan puisi. Puisi karya Taufiq ismail ini diciptakan pada tahun 1998,
selanjutnya langkah kedua adalah mencari hubungan antara peristiwa kesejarahan
pada tahun penciptaan puisi tersebut dengan gagasan dalam suatu puisi.
Peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi terwujudnya cipta sastra puisi yang
berjudul Takut 66’, Takut 98’ oleh taufik ismail adalah menunjukkan terjadinya
suatu peristiwa politik yaitu masa reformasi yang terjadi pada mei 1998 yang
mana pada tahun tersebut merupakan protes politik terhadap adanya masa orde
baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto sejak tahun 1966, sehingga pada tahun
1988 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari kursi pemerintahan. Saat itu
mulailah masa reformasi 1988. Salah satu bagian penerapan pendekatan historis
dalam mengapresiasi unsur-unsur kesejarahan dalam puisi adalah pembicaraan
mengenai biografi pengarang. Pembahasan tantang hubungan antara kehidupan
pengarang dengan gagasan yang terdapat dalam suatu puisi yang diciptakannya
sangatlah berhubungan erat denga kehidupan pengarang serta puisi yang
diciptakannya.
Bermodalkan kesadaran kritis, Taufiq
ismail sebagai mahasiswa menyatakan keprihatinannya dan keberpihakan kepada
penderitaan rakyat. Mereka juga rela berkorban jiwa raga menumbangkan
kediktatoran demi Indonesia baru yang demokratis dan lebih baik. Begitu proses
transisi selesai, dengan tertib mahasiswa turun panggung. Pengemban sejati
amanah rakyat. Tahun tersebut para mahasiswa mendapat tekanan politik, yang
mana terjadi pembungkaman suara mahasiswa, seperti pada tiap sajak yang di
tulis oleh Taufiq ismail sebagai berikut:
Mahasiswa takut pada
dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Pada larik di atas bila di analogikan dari bawah presiden
menekan menteri, sehingga menteri menekan rektor, rektor menekan dekan, dekan
menekan dosen, dan dosen menekan mahasiswa. Sehingga tahun tersebut suara mahasiswa sangat tertutup, dan terjadi
pencekalan terhadap mahasiswa yang melakukan perong-rongan terhadap
pemerintahan Soeharto.
Namun pada sajak yang ada di bawah ini terjadi adanya suatu
klimaks, yang mana presiden sebenarnya takut terhadap suara mahasiswa karena
merupakan suatu ancaman terhadap pemerintahan Presiden Soeharto pada saat itu.
Seperti pada kutipan di bawah ini:
“Presiden takut pada
mahasiswa”
Dalam
puisi ini, Taufik ismail sangat jeli sekali dalam mengamati suasana keadaan
politik pada tahun tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar